RUANG
LINGKUP DAN KEGUNAAN FIQH
- RUANG LINGKUP KAJIAN FIQH
Kajian
utama fiqh, disebutkan dalam definisinya, adalah perbuatan manusia
(termasuk didalamnya perkataan dan tindakan). Namun demikian, tidak
semua perbuatan manusia menjadi kajian fiqh, tetapi terbatas pada
perbuatan mukallaf. Mukallaf adalah manusia yang sudah mencapai
kualifikasi tertentu untuk menerima kewajiban-kewajiban keagamaan.
Dalam khazanah fiqh, kulifikasi tersebut dinamakan baligh
dan berakal.
Baligh
adalah usia kedewasaan, yang ditandai dengn asuatu peristiwa
tertentu. Bagi laki-laki, tanda balighnya adalah ketika dia mengalami
mimpi basah (ihtilam)
yang pertam kali,sedangkan bagi perempuan, haidl(menstruasi)
pertamanya adalah tanda baligh baginya.
Perbuatan
mukallaf yang menjadi obyek kajian fiqh dibagi ke dalam dua kategori,
yaitu: pertama,
perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan allah. Hubungan ini
bersifat vertikal sebagai bentuk pengbadian seorang hamba kepada
Pencipanya. Bentuk pengabdian tersebut berupa ketaatan dalam
menjalankan ritual keagamaan yang sudah diatur dalam sumber hukum
islam. Ulama menyebut perbuatan ini dengan ibadah, sehingga fiqh yang
mengaturnya disebut dengan fiqh ibadah. Kedua,
perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan sesamanya. Hubungan ini
bersifat horizontal, yang menyangkut proses interaksi sosial antar
pribadi dalam masyarakat. ulama menyebut urusan ini dengan nama
muamalah, sehingga fiqh yang mengaturpermasalahan ini disebut fiqh
muamalah. Bidang kajian fiqh muamalah sangat luas karena meliputi
segala aspek kehidupan manusia,baik aspek ekonomi , politik, hukum,
sosial, dan lain-lian. Oleh karena itu muncullah cabang-cabang fiqh
muamalah sebagai bentuk spesifikasi kajian, seiring dangan
perkembangan ilmu pengetahuan lainnya.
Hasbi
Ash-Shiddieqy membagi ruang lingkupkajian fiqh muamalahsebagai
berikut:
- Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, yatu masalah yang berkaitan dengan urusan kekeluargaan,seperti: pernikahan, talak, rujuk, hadlonah (pengasuhan anak), waris, wasiat,wakaf, dan lain-lain.
- Muamalah Madiyah, yaitu masalah yang berkaitan dengan urusan kebendaan seperti,: masalah kepemilikan, hak dan kewajiban terhadap benda, jual-beli(al-buyu), sewa menyewa (ijarah), hutang piutang (‘ariyah), gadai (rahn), akad syirkah dan sebagainya.
- Muamalah Maliyah, yaitu masalah yang berhubungan dengan keuangan sepserti Baitul Mal,harta benda negara dan pengurusannya.
- Jinayah wal ‘Uqubat, yaitu masalah yang berhubungan dengan hukum pidana atau hukum publik beserta sanksi bagi pelanggarnya. Termasuk dalam masalah ini adlah: perzinahan, menuduh zina, pencurian, pembunuhan, dan sebagainya.
- Ahkam al-Murafa’at, yaitu masalah yang berhubungan dengan hukum acara pengadilan atau tatacara penyelesaian perkara di pengadilan, misalnya: gugatan, saksi, sumpah, pembuktian, dan lain-lian.
- Ahkam as-Sultaniyyah, yaitu masalah yang berhubungan dengan masalah politik pemerintahan. Istilah lain yang sering dipakai adalah siyasah, yang meliputi: persyaratan kepala negara, hak dan kewajiban penguasa, hak dan kweajiban rakyat, prinsip penganbilan keputusan, dan lain-lain.
- Ahkam ad-Duwaliyah, yaitu masalah yang berhubungan dengan prjanjian bilateral atau multileteral antar negara, yang menyangkut: hukum perang, tawanan perang, rampasan perang, hukum persamaian, pajak jizyah, hubungan dangan ahl zimmy dan sebagainya.
- KEGUNAAN MEMPELAJARI FIQH
Sebagai
bagian dari syariah (ajaran islam), maka kegunaan mempelajari fiqh
sangat terkait dangan kegunaan ajaran islam bagi kehidupan manusia.
fiqh yang mengkhususkan bahasannya dalam bidang hukum,memiliki
manfaat besar dalam kehidupan muslim, khususnya dalam masalah hukum.
Dengan
mempelajari fiqh dapat diperoleh dua hal yaitu, pertama, setiap
muslim mengetahui hukum segala sesuatu yang diucapkan maupun
diperbuatnya, apakah diperbolehkan (halal) atau dilarang (haram),
atau diberi kebebasan untuk memilih. Di samping itu, seorang muslim
juga mengetahui mana perkara yang sah, mana yang batal atau fasad
dari suatu perbuatan yang dilakukan. Setidaknya, dengan mengetahui
ilmu fiqh, uma islam mampu mengarahkan kehidupannya dalam hal-hal
yang sesuai dengan tuntutan penciptanya (Allah swt).
Kedua,
mempelajari ilmu
fiqh berarti juga mempelajari aturan-aturan hidup kemanusiaan, baik
yang terkait dengan masalah pribadi maupun masalah sosial. Aturan
tersebut meliputi aturan tentang ibadah , masalah keluarga, harta,
politik, ekonomi, dan lain-lain. Pengetahuan tentang aturan ini
disertai dengan pemahaman akan dasar atau dalilnya.
MADZAB
FIQH
- PENGERTIAN MAZHAB
Mazhab
artinya aliran, golongan, faham, pokok pikiran dari seseorang. Mazhab
fiqh berarti aliran atau faham dalam fiqh yang berhubungan dengan
penafsiran dan pelaksanaan hukum islam. Fiqh yang dimaksud adalah
produk ijtihad ulama dalam masakah-masalah hukum islam yang
didasarkan pada sumber-sumber ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan
Hadis. Dengan demikian, bermazhab adalah mengikuti hasil pemikiran
seseorang
atau
sekelompok orang dalam hubungannya dangan pelaksanaan hukum islam.
Bermazhab Syafi’i berarti mengikuti pendapat-pendapat Imam Syafi’i
dalam menjalankan hukum islam (fiqh).
Mazhab
fiqh bermula dari pendapat individu (ulama/mujtahid) yang kemudian
diikuti oleh banyak orang dan berakumulasi menjadi keyakinan
kelompok. Dasar pelaksanaan mazhab ini adalah ketaatan kepada imam
mujtahid. Menurut Amir Syarifudin, terbentuknya mazhab fiqh ini
ditandai oleh beberapa kegiatan yang mendahuluinya. Pertama,
menetapkan metode berpikir untuk memahami sumber hukum islam. Kedua,
menetapkan istilah hukum yang digunakan dalam fiqh. Ketiga, menyusun
kitab fiqh secara sistematis dan mencakup semua masalah hukum.
Dalam
mazhab terkandung dua hal yang salng berkaitan yaitu metode dan
pendapat atau fatwa. Metode adalah jalan fikiran atau cara yang
ditempuh oleh imam mazhab dalam menetapkan hukum suatu peristiwa
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Pendapat atau fatwa adalah
kesimpulan atau keputusan hukum suatu peristiwa yang dihasilkan oleh
imam mazhab. Oleh karena itu bermazhab dalam fiqh ada dua macam,
yaitu:
- Bermazhab fil aqwal: yaitu mengikuti segala pendapat dari seorang uluma tanpa mempertimbangkn dasar hukum penetapannya. Kategpri bermazhab ini sama dengan taqlid atau imitasi, yaitu peniruan perbuatan seseorang yang diyakini kebenarannya tanpa memiliki pengetahuan tentang dasar dan metode penetapannya.
- Bermazhab fil manhaj: yaitu mengikuti seorang uluma dalam hal metode ijtihadnya, bukan sekedar mengikuti pendapat saja. Bermazhab model ini berbeda dengan yang pertama, artinya bermazhabnya didukung dengan pengetahuan tentang dasar dan metode penetapan dari hukum yang diikuti. Kategori ini sama artinya dengan ittiba’, yaitu mengikuti pendapat disertai dengan pemahaman tentang dasar perbuatan yang dilakukan.
Hukum
asal bermazhab adalah mubah. Hal ini didasarkan pada tiga alasan,
yaitu:
- Kewajiban umat Islam adalah mengikuti dan melaksanakan semua ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis. Dalam praktisnya, cara pelaksanaan hukum Islam yang harus dijalankan adalah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW.
- Kedudukan hukum fiqih adalah relatif karena merupakan produk akal manusia (ulama) dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam yang dalam Al-Qur’an dan hadis. Kerelatifannya mengakibatkan statusnya tidak sama dengan wahyu yang bersifat mutlak, sehingga mengikuti mazhab adalah sebuah pilihan bagi umat Islam.
- Para imam mujtahid menyatakan bahwa semua pendapat mereka adalah keputusan pribadi yang mengikat hanya kepada diri mereka sendiri. Jika terdapat pendapat yang lebih kuat (rajih) dan lebih mendekati kebenaran, mereka mempersilahkan umat Islam untuk memilih pendapat tersebut. Pendapat-pendapat para imam mazhab sangat terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat pada masanya serta kemampuan atau kapabilitas pribadi yang rentan terhadap oerubahan dan perbedaan
- SEJARAH PERKEMBANGAN MAZHAB FIQIH
Masalah
pokok yang menjadi sumber munculnya mazhab fiqih adalah adanya
perbedaan pendapat atau ikhtilas dikalangan umat Islam. Jika dilacak
secara historis, perbedaan pendapat dikalngan umat Islam sudah
terjadi sejak Rasulullah SAW masih hidup. Namun perbedaan pada masa
ini tidak menjadi masalah serius karena keberadaan Rasulullah menjadi
pemersatu dan pengambil keputusan atas semua masalah yang terjadi.
Rasululla selalu menyikapi perbedaan pendapat dikalangan sahabatnya
dengan cara yang bijaksana, yaitu tidak menyalahkan salah satunya,
tetapi membenarkan pendapat mereka. Setelah
Rasul wafat, ikhtilaf dikalangan sahabat terus terjadi. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya masalah yang muncul seiring dengan
meluasnya wilayah Islam keluar jazirah arabia. Pada masa sahabat
telah terbentuk pusat-pusat intelektual, seperti hijaz, irak, dan
siria. Disetiap kota tersebut terdapat sahabat yang menjadi pemuka
dan diikuti pendapatnya.
Pada
masa sahabat, muncul dua mazhab yaitu madrasah ahlul bait dan
madrasah al-khulafa. Madrasah Ahlul Bait adalah mazhab para pengikut
syi’ah, kelompok yang menjadi pendukung dan pembela Ali bin abi
thalib pasca perang shifin. Mazhab ini perkembang secara rahasia
“dibawah tanah”, karena mendapat tekanan dari para penguasa,
terutama dari dinasti ummayyah dan dinast abbasiyah. Untuk memelihara
tradisi fiqih, mereka mengembangkan esoterisme dan disumulasi. Fiqh
yang dikembangkan adlah tradisi ahlul bait yang bersumber dari sunah
rasul.
Madrasah
Al-Khulafa adalah mazhab yang berkembang dikalangan pengikut sunni.
Fiqh yang berkembng dalam mazhab ini bersumber dari pendapat para
sahabat seperti: Abu Bakar, Usman, Umar, Aisyah, dan Abu Hurairah.
Pada dinasti umayyah, madrasah ini bercabng lagi menjadi dua, yaitu
Madrasah Ahl Hadis dan Madrasah Ahl Ra’y. Madrasah Ahl Hadis
berpusat di madinah, sedangkan Madrasah Ahl Ra’y berpusat di Kufah.
Perbedaan mazhab ini terletak pada dominasi penggunaan hadis dan ra’y
(akal). Ahl Hadis dominan menggunakan hadis, karena ketersediaan
hadis di Madinah melimpah sedangkan masalah yang muncul terbtas. Ahl
Ra’y menggunakan ra’y karena keterbatasan hadis di Kufah
sedangkan masalah yang muncul lebih kompleks.
Pada
abad ke 2 hijrah muncul tiga mazhab lokal yaitu: Mazhab Hijabi,
Mazhab Iraqi, dan Mazhab Syam yang terdapat di Syria. Ketiga mazhab
ini dianggap sebagai mazhab fiqh yang pertama dalam islam. Mazhab
lokal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Unsur lokal sangat mempengaruhi dalam setiap fatwa yang muncul.
- Munculnya kebebasan pendapat dalam fiqh.
- Sunnah diartikan dengan adat istiadat masyarakat, sedangkan ijmak merupakan kesepakatan ulama setempat.
Kemunculan
mazhab lokal ini menunjukan prkembangan yang pesat dari fiqih di kota
yang menjadi pusat intelektual. Penamaan kota dalam penyebutan mazhab
mengindikasikan adanya pengaruh urf dalam setiap produk fiqih.
Meskipin sumber dan metode berijtihadnya sama tetapi pertimbangan
lain dalam setiap fatwa yang keluar memperhatikan situasi dan kondisi
demografis setempat. Dengan demikian mazhab lokal ini mengisyaratkan
sifat elastisitas fiqih pada masa itu, yang memiliki kemampuan
adaptif terhadap perkembangan masyarakat.
Pada
abad ke-3 hijriah muncul perkembangan baru dalam mazhab fiqih.
Disetiap kota, muncul ulama-ulama yang memiliki kelebihan dan
kejeniusan dalam pengetahuan agama mereka ini menjadi pioneer serta
didengar pendapat dan fatwanya oleh masyarakat. fiqih yang mereka
hasilkan merupakan pendapat pribadi yang independen dan tidak terkait
dengan kelompok manapun. Kebanyakan dari mereka adalah para guru
disetiap kota, yang memiliki majlis ilmi dengan pengikut yang banyak.
Diantara
para ulama terkemuka pada masa ini adalah: Abu Hanifah, Malik bin
Annas, Abdurrahman bin Amr al Auza’i, muhammad bin Idris
as-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Abu Sulaiman Dawud bin Ali
al-Ashafani dan sebagainya. Mereka inilah yang kemudian dijadikan
sebagai imam mazhab, yang pendapat dan fatwanya diikuti dan
disebarkan oleh murid-muridnya. Inilah awal terbentukya mazhab
individu, yaitu mazhab yang mendasarkan ajarannya pada pendapat
perorangan.
Kemunculan
mazhab fiqih disebabkan oleh tiga faktor yaitu:
- fanatisme pengikut atau murid para imam
Fanatisme
pengikut atau murid para imam memiliki peran yang cukup dominan dalam
pembentukan dan penyebaran mazhab. Mereka secara intensif
menyebarluaskan pendapat atau fatw imamnya melalui berbagai forum.
Fanatisme mazhab disebabkan oleh kesetiaan yang berlebihan namun ini
justru merugikan umat Islam karena menjadikannya terkotak-kotak dalam
mazhab yang sempit.
- stagnasi dalam berijtihad
masa
ini dimulai ketika para imam mazhab sudah meninggal, yaitu sekitar
abad keempat hijriah. Para murid imam mazhab tidak lagi menghasilkan
ijtihad yang independen, tetapi cenderung mengikatkan diri pada
metode dan pendapat para imamnya. Pada masa ini muncul istilah “pintu
ijtihad sudah tertutup” terutama ijtihad mustaqil atau ijtihad
independen, yaitu ijtihad yang bebas dari pengaruh mazhab, baik dalam
hal metode (manhaj) maupun pendapat (aqwal).
- tersedianya kitab-kitab fiqih dari masa sebelumnya.
Sebagaimana
diketahui, para imam mazhab menghasilkan banyak karya yang
berkualitas sebagai wujud dari ijtihad independen yang mereka
lakukan. Karya-karya ini disikapi secara berbeda oleh para
penerusnya. Kitab-kitab fiqih sebelumnya tidak dijadikan sebagai
motivasi untuk melakukan pengembangan dalam hukum Islam tetapi
dijadikan pedoman dan acuan satu-satunya dalam kehidupan keagamaan.
- MAZHAB-MAZHAB FIQIH DAN PENYEBARANNYA
Secara
garis besar mazhab fiqih terbagi dalam tiga kelompok, yaitu mazhab
fiqih dikalangan sunni, syi’ah dan khawarij. Perbedaan ketiga
kelompok ini dilatarbelakangi oleh pertikaian politik yang terjadi
pada masa akhir pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Eksistensi
mazhab fiqih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
- Faktor politik
Yaitu
adanya dukungan dari penguasa. Hal ini terlihat dalam penyebaran
mazhab selalu terkait dengan kebiijakan atau campur tangan pemerintah
yang berkuasa.
- Faktor kesetiaan pengikut atau para murid imam
Dalam
pembentukan mazhab, faktor kedua ini merupakan yang paling dominan
dalam penentuan berkembang atau punahnya mazhab fiqih. Semakin banyak
pengikut setia suatu mazhab maka semakin berkembang mazhab tersebut.
- Hasil karya imam mazhab yang berupa kitab-kitab fiqih.
Inilah
yang menjadi acuan bagi para pengikut dalam menyebarkan ajaran imam
mereka. Kitab-kitab seperti al-Kharaj karya abu Yusuf (mazhab
hanafi), al-Muwatta (karya Imam Malik), al-Umm dan Ar-Risalah karya
Imam Syafi’i dan al-musnad ahmad karya Imam Ahmad bin Hanbal,
merupakan kitab induk yang dijadikan sebagai rujukan dalam menyusun
kitab fiqih oleh para pengikutnya.
Jenis-jenis
mazhab yang masih berkembang
- Mazhab ja’fari
Mazhab
ini mengambil acuan dari pendapat ja’far as-sadiq, yang nama
lengkapnya adalah Ja’far ibn Muhammad ibn Ali ibn Husain ibn
Fatimah binti Rasulullah SAW yang mengemukakan bahwa mazhab ini
menolak menggunakan qiyas. Dalam penetapan hukum menggunakan
sumber-sumber syari’i yaitu al-Qur’an, sunah dan akal. Mazhab ini
menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang memusuhi
ahlul bait. Istihsan tidak boleh digunakan sedangkan qiyas hanya
digunakan jika ‘ilatnya mashus.
- Mazhab Hanafi
Mazhab
ini mendasarkan pada pendapat Abu Hanifah atau lengkapnya Abu Hanifah
an Nuqman bin Tsabit bin Zufi at-Tamini. Abu Hanifah dikenal sebagai
ulama yang zuhud dan tawadu’ serta teguh memegang ajaran agama.
Beliau juga tidak tertarik dengan jabatan resmi pemerintahan. Dasar
atau sumber dan metode ijtihad yang digunakan dalam mazhab ini
adalah:
- Al-Qur’an
- Sunah ; sunah mutawatir dan manyhur
- Qaul Sahabi yaitu perkataan dan fatwa sahabat baik yang sudah menjadi ijma’ maupun pendapat pribadi para sahabat.
- Qiyas, digunakan ketika tidak ditemukan dasar hukumnya dalam al-Qur’an, sunah dan pendapat sahabat.
- Istihsan, yaitu metode yang menjadi ciri khas mazhab hanafi yang digunakan ketika metode qiyas dianggap tidak memadai untuk mendapatkan hukum.
- ‘urf, yaitu adat kebiasaan masyarakat yang sejalan dengan syari’ah.
- Mazhab Maliki
Merupakan
aliran fiqih yang menjadikan pendapat Malik bin Anas sebagai
acuannya. Dasar atau sumber dalam ijtihadnya adalah:
- Al-Qur’an
- Sunah; mutawatir, masyhur maupun ahad.
- Ijma’ Ahlul Madinah atau praktek masyarakat madinah karena madinah adalah domisili Rasul sehingga praktek orang madinah merupakan bentuk sunah Rasul.
- Fatwa sahabat
- Qiyas
- Maslahah Mursalah
- Istihsan
- Az-Zari’ah, yaitu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan, apakah membawa maslahat atau menimbulkan madarat.
- Mazhab Syafi’i
Diambil
dari pendapat Muhammad ibn Idris as-Syafi’i sebagai rujukannya.
Pendapat-pendapat imam Syafi’i mulai dikenal tatkala ia dipanggil
khalifah Harun ar-Rasyid ke baghdad. Dasar atau sumber yang digunakan
dalam melakukan ijtihad adalah :
- Al-Qur’an
- Sunah, baik yang mutawatir maupun yang ahad
- Ijma’ sahabat
- Qaul sahabi atau perkataan sahabat secara pribadi
- Qiyas, yaitu keharusan membawa furu’ atau masalah baru kepada ashal
- Istishab, menggunakan hukum yang sudah ada sampai ada hukum baru yang megubahnya.
- Mazhab Hambali
Merupakan
mazhab yang mengacu pada pendapaat dan pemikiran Abu Abdullah Ahmad
bin Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal al-Syaibani. Dasar atau sumber
dalam ijtihad mazhab ini adalah:
- Al-Qur’an
- Sunah, terutama yang marfu’, yaitu yang bersumber langsung sampai Rasulullah.
- Qaul sahabi, yaitu pendapat sahabat yang tidak diperselisihkan atau menurut ulama lain disebut dengan ijma’ sahabat.
- Hadis mursal, yaitu hadis yang lemah kualitasnya
- SQiyas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar