Jumat, 02 Mei 2014

FIQIH DAN USHUL FIQIH

RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN FIQH
  1. RUANG LINGKUP KAJIAN FIQH
Kajian utama fiqh, disebutkan dalam definisinya, adalah perbuatan manusia (termasuk didalamnya perkataan dan tindakan). Namun demikian, tidak semua perbuatan manusia menjadi kajian fiqh, tetapi terbatas pada perbuatan mukallaf. Mukallaf adalah manusia yang sudah mencapai kualifikasi tertentu untuk menerima kewajiban-kewajiban keagamaan. Dalam khazanah fiqh, kulifikasi tersebut dinamakan baligh dan berakal. Baligh adalah usia kedewasaan, yang ditandai dengn asuatu peristiwa tertentu. Bagi laki-laki, tanda balighnya adalah ketika dia mengalami mimpi basah (ihtilam) yang pertam kali,sedangkan bagi perempuan, haidl(menstruasi) pertamanya adalah tanda baligh baginya.
Perbuatan mukallaf yang menjadi obyek kajian fiqh dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: pertama, perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan allah. Hubungan ini bersifat vertikal sebagai bentuk pengbadian seorang hamba kepada Pencipanya. Bentuk pengabdian tersebut berupa ketaatan dalam menjalankan ritual keagamaan yang sudah diatur dalam sumber hukum islam. Ulama menyebut perbuatan ini dengan ibadah, sehingga fiqh yang mengaturnya disebut dengan fiqh ibadah. Kedua, perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan sesamanya. Hubungan ini bersifat horizontal, yang menyangkut proses interaksi sosial antar pribadi dalam masyarakat. ulama menyebut urusan ini dengan nama muamalah, sehingga fiqh yang mengaturpermasalahan ini disebut fiqh muamalah. Bidang kajian fiqh muamalah sangat luas karena meliputi segala aspek kehidupan manusia,baik aspek ekonomi , politik, hukum, sosial, dan lain-lian. Oleh karena itu muncullah cabang-cabang fiqh muamalah sebagai bentuk spesifikasi kajian, seiring dangan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya.
Hasbi Ash-Shiddieqy membagi ruang lingkupkajian fiqh muamalahsebagai berikut:
  1. Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, yatu masalah yang berkaitan dengan urusan kekeluargaan,seperti: pernikahan, talak, rujuk, hadlonah (pengasuhan anak), waris, wasiat,wakaf, dan lain-lain.
  2. Muamalah Madiyah, yaitu masalah yang berkaitan dengan urusan kebendaan seperti,: masalah kepemilikan, hak dan kewajiban terhadap benda, jual-beli(al-buyu), sewa menyewa (ijarah), hutang piutang (‘ariyah), gadai (rahn), akad syirkah dan sebagainya.
  3. Muamalah Maliyah, yaitu masalah yang berhubungan dengan keuangan sepserti Baitul Mal,harta benda negara dan pengurusannya.
  4. Jinayah wal ‘Uqubat, yaitu masalah yang berhubungan dengan hukum pidana atau hukum publik beserta sanksi bagi pelanggarnya. Termasuk dalam masalah ini adlah: perzinahan, menuduh zina, pencurian, pembunuhan, dan sebagainya.
  5. Ahkam al-Murafa’at, yaitu masalah yang berhubungan dengan hukum acara pengadilan atau tatacara penyelesaian perkara di pengadilan, misalnya: gugatan, saksi, sumpah, pembuktian, dan lain-lian.
  6. Ahkam as-Sultaniyyah, yaitu masalah yang berhubungan dengan masalah politik pemerintahan. Istilah lain yang sering dipakai adalah siyasah, yang meliputi: persyaratan kepala negara, hak dan kewajiban penguasa, hak dan kweajiban rakyat, prinsip penganbilan keputusan, dan lain-lain.
  7. Ahkam ad-Duwaliyah, yaitu masalah yang berhubungan dengan prjanjian bilateral atau multileteral antar negara, yang menyangkut: hukum perang, tawanan perang, rampasan perang, hukum persamaian, pajak jizyah, hubungan dangan ahl zimmy dan sebagainya.
  1. KEGUNAAN MEMPELAJARI FIQH
Sebagai bagian dari syariah (ajaran islam), maka kegunaan mempelajari fiqh sangat terkait dangan kegunaan ajaran islam bagi kehidupan manusia. fiqh yang mengkhususkan bahasannya dalam bidang hukum,memiliki manfaat besar dalam kehidupan muslim, khususnya dalam masalah hukum.
Dengan mempelajari fiqh dapat diperoleh dua hal yaitu, pertama, setiap muslim mengetahui hukum segala sesuatu yang diucapkan maupun diperbuatnya, apakah diperbolehkan (halal) atau dilarang (haram), atau diberi kebebasan untuk memilih. Di samping itu, seorang muslim juga mengetahui mana perkara yang sah, mana yang batal atau fasad dari suatu perbuatan yang dilakukan. Setidaknya, dengan mengetahui ilmu fiqh, uma islam mampu mengarahkan kehidupannya dalam hal-hal yang sesuai dengan tuntutan penciptanya (Allah swt).
Kedua, mempelajari ilmu fiqh berarti juga mempelajari aturan-aturan hidup kemanusiaan, baik yang terkait dengan masalah pribadi maupun masalah sosial. Aturan tersebut meliputi aturan tentang ibadah , masalah keluarga, harta, politik, ekonomi, dan lain-lain. Pengetahuan tentang aturan ini disertai dengan pemahaman akan dasar atau dalilnya.

MADZAB FIQH
  1. PENGERTIAN MAZHAB
Mazhab artinya aliran, golongan, faham, pokok pikiran dari seseorang. Mazhab fiqh berarti aliran atau faham dalam fiqh yang berhubungan dengan penafsiran dan pelaksanaan hukum islam. Fiqh yang dimaksud adalah produk ijtihad ulama dalam masakah-masalah hukum islam yang didasarkan pada sumber-sumber ajaran islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Dengan demikian, bermazhab adalah mengikuti hasil pemikiran seseorang
atau sekelompok orang dalam hubungannya dangan pelaksanaan hukum islam. Bermazhab Syafi’i berarti mengikuti pendapat-pendapat Imam Syafi’i dalam menjalankan hukum islam (fiqh).
Mazhab fiqh bermula dari pendapat individu (ulama/mujtahid) yang kemudian diikuti oleh banyak orang dan berakumulasi menjadi keyakinan kelompok. Dasar pelaksanaan mazhab ini adalah ketaatan kepada imam mujtahid. Menurut Amir Syarifudin, terbentuknya mazhab fiqh ini ditandai oleh beberapa kegiatan yang mendahuluinya. Pertama, menetapkan metode berpikir untuk memahami sumber hukum islam. Kedua, menetapkan istilah hukum yang digunakan dalam fiqh. Ketiga, menyusun kitab fiqh secara sistematis dan mencakup semua masalah hukum.
Dalam mazhab terkandung dua hal yang salng berkaitan yaitu metode dan pendapat atau fatwa. Metode adalah jalan fikiran atau cara yang ditempuh oleh imam mazhab dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Pendapat atau fatwa adalah kesimpulan atau keputusan hukum suatu peristiwa yang dihasilkan oleh imam mazhab. Oleh karena itu bermazhab dalam fiqh ada dua macam, yaitu:
  1. Bermazhab fil aqwal: yaitu mengikuti segala pendapat dari seorang uluma tanpa mempertimbangkn dasar hukum penetapannya. Kategpri bermazhab ini sama dengan taqlid atau imitasi, yaitu peniruan perbuatan seseorang yang diyakini kebenarannya tanpa memiliki pengetahuan tentang dasar dan metode penetapannya.
  2. Bermazhab fil manhaj: yaitu mengikuti seorang uluma dalam hal metode ijtihadnya, bukan sekedar mengikuti pendapat saja. Bermazhab model ini berbeda dengan yang pertama, artinya bermazhabnya didukung dengan pengetahuan tentang dasar dan metode penetapan dari hukum yang diikuti. Kategori ini sama artinya dengan ittiba’, yaitu mengikuti pendapat disertai dengan pemahaman tentang dasar perbuatan yang dilakukan.
Hukum asal bermazhab adalah mubah. Hal ini didasarkan pada tiga alasan, yaitu:
  1. Kewajiban umat Islam adalah mengikuti dan melaksanakan semua ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis. Dalam praktisnya, cara pelaksanaan hukum Islam yang harus dijalankan adalah sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW.
  2. Kedudukan hukum fiqih adalah relatif karena merupakan produk akal manusia (ulama) dalam menafsirkan ajaran-ajaran Islam yang dalam Al-Qur’an dan hadis. Kerelatifannya mengakibatkan statusnya tidak sama dengan wahyu yang bersifat mutlak, sehingga mengikuti mazhab adalah sebuah pilihan bagi umat Islam.
  3. Para imam mujtahid menyatakan bahwa semua pendapat mereka adalah keputusan pribadi yang mengikat hanya kepada diri mereka sendiri. Jika terdapat pendapat yang lebih kuat (rajih) dan lebih mendekati kebenaran, mereka mempersilahkan umat Islam untuk memilih pendapat tersebut. Pendapat-pendapat para imam mazhab sangat terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat pada masanya serta kemampuan atau kapabilitas pribadi yang rentan terhadap oerubahan dan perbedaan
  1. SEJARAH PERKEMBANGAN MAZHAB FIQIH
Masalah pokok yang menjadi sumber munculnya mazhab fiqih adalah adanya perbedaan pendapat atau ikhtilas dikalangan umat Islam. Jika dilacak secara historis, perbedaan pendapat dikalngan umat Islam sudah terjadi sejak Rasulullah SAW masih hidup. Namun perbedaan pada masa ini tidak menjadi masalah serius karena keberadaan Rasulullah menjadi pemersatu dan pengambil keputusan atas semua masalah yang terjadi. Rasululla selalu menyikapi perbedaan pendapat dikalangan sahabatnya dengan cara yang bijaksana, yaitu tidak menyalahkan salah satunya, tetapi membenarkan pendapat mereka. Setelah Rasul wafat, ikhtilaf dikalangan sahabat terus terjadi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masalah yang muncul seiring dengan meluasnya wilayah Islam keluar jazirah arabia. Pada masa sahabat telah terbentuk pusat-pusat intelektual, seperti hijaz, irak, dan siria. Disetiap kota tersebut terdapat sahabat yang menjadi pemuka dan diikuti pendapatnya.
Pada masa sahabat, muncul dua mazhab yaitu madrasah ahlul bait dan madrasah al-khulafa. Madrasah Ahlul Bait adalah mazhab para pengikut syi’ah, kelompok yang menjadi pendukung dan pembela Ali bin abi thalib pasca perang shifin. Mazhab ini perkembang secara rahasia “dibawah tanah”, karena mendapat tekanan dari para penguasa, terutama dari dinasti ummayyah dan dinast abbasiyah. Untuk memelihara tradisi fiqih, mereka mengembangkan esoterisme dan disumulasi. Fiqh yang dikembangkan adlah tradisi ahlul bait yang bersumber dari sunah rasul.
Madrasah Al-Khulafa adalah mazhab yang berkembang dikalangan pengikut sunni. Fiqh yang berkembng dalam mazhab ini bersumber dari pendapat para sahabat seperti: Abu Bakar, Usman, Umar, Aisyah, dan Abu Hurairah. Pada dinasti umayyah, madrasah ini bercabng lagi menjadi dua, yaitu Madrasah Ahl Hadis dan Madrasah Ahl Ra’y. Madrasah Ahl Hadis berpusat di madinah, sedangkan Madrasah Ahl Ra’y berpusat di Kufah. Perbedaan mazhab ini terletak pada dominasi penggunaan hadis dan ra’y (akal). Ahl Hadis dominan menggunakan hadis, karena ketersediaan hadis di Madinah melimpah sedangkan masalah yang muncul terbtas. Ahl Ra’y menggunakan ra’y karena keterbatasan hadis di Kufah sedangkan masalah yang muncul lebih kompleks.
Pada abad ke 2 hijrah muncul tiga mazhab lokal yaitu: Mazhab Hijabi, Mazhab Iraqi, dan Mazhab Syam yang terdapat di Syria. Ketiga mazhab ini dianggap sebagai mazhab fiqh yang pertama dalam islam. Mazhab lokal ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  1. Unsur lokal sangat mempengaruhi dalam setiap fatwa yang muncul.
  2. Munculnya kebebasan pendapat dalam fiqh.
  3. Sunnah diartikan dengan adat istiadat masyarakat, sedangkan ijmak merupakan kesepakatan ulama setempat.

Kemunculan mazhab lokal ini menunjukan prkembangan yang pesat dari fiqih di kota yang menjadi pusat intelektual. Penamaan kota dalam penyebutan mazhab mengindikasikan adanya pengaruh urf dalam setiap produk fiqih. Meskipin sumber dan metode berijtihadnya sama tetapi pertimbangan lain dalam setiap fatwa yang keluar memperhatikan situasi dan kondisi demografis setempat. Dengan demikian mazhab lokal ini mengisyaratkan sifat elastisitas fiqih pada masa itu, yang memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan masyarakat.
Pada abad ke-3 hijriah muncul perkembangan baru dalam mazhab fiqih. Disetiap kota, muncul ulama-ulama yang memiliki kelebihan dan kejeniusan dalam pengetahuan agama mereka ini menjadi pioneer serta didengar pendapat dan fatwanya oleh masyarakat. fiqih yang mereka hasilkan merupakan pendapat pribadi yang independen dan tidak terkait dengan kelompok manapun. Kebanyakan dari mereka adalah para guru disetiap kota, yang memiliki majlis ilmi dengan pengikut yang banyak.
Diantara para ulama terkemuka pada masa ini adalah: Abu Hanifah, Malik bin Annas, Abdurrahman bin Amr al Auza’i, muhammad bin Idris as-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Abu Sulaiman Dawud bin Ali al-Ashafani dan sebagainya. Mereka inilah yang kemudian dijadikan sebagai imam mazhab, yang pendapat dan fatwanya diikuti dan disebarkan oleh murid-muridnya. Inilah awal terbentukya mazhab individu, yaitu mazhab yang mendasarkan ajarannya pada pendapat perorangan.
Kemunculan mazhab fiqih disebabkan oleh tiga faktor yaitu:
  1. fanatisme pengikut atau murid para imam
Fanatisme pengikut atau murid para imam memiliki peran yang cukup dominan dalam pembentukan dan penyebaran mazhab. Mereka secara intensif menyebarluaskan pendapat atau fatw imamnya melalui berbagai forum. Fanatisme mazhab disebabkan oleh kesetiaan yang berlebihan namun ini justru merugikan umat Islam karena menjadikannya terkotak-kotak dalam mazhab yang sempit.

  1. stagnasi dalam berijtihad
masa ini dimulai ketika para imam mazhab sudah meninggal, yaitu sekitar abad keempat hijriah. Para murid imam mazhab tidak lagi menghasilkan ijtihad yang independen, tetapi cenderung mengikatkan diri pada metode dan pendapat para imamnya. Pada masa ini muncul istilah “pintu ijtihad sudah tertutup” terutama ijtihad mustaqil atau ijtihad independen, yaitu ijtihad yang bebas dari pengaruh mazhab, baik dalam hal metode (manhaj) maupun pendapat (aqwal).
  1. tersedianya kitab-kitab fiqih dari masa sebelumnya.
Sebagaimana diketahui, para imam mazhab menghasilkan banyak karya yang berkualitas sebagai wujud dari ijtihad independen yang mereka lakukan. Karya-karya ini disikapi secara berbeda oleh para penerusnya. Kitab-kitab fiqih sebelumnya tidak dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan pengembangan dalam hukum Islam tetapi dijadikan pedoman dan acuan satu-satunya dalam kehidupan keagamaan.

  1. MAZHAB-MAZHAB FIQIH DAN PENYEBARANNYA
Secara garis besar mazhab fiqih terbagi dalam tiga kelompok, yaitu mazhab fiqih dikalangan sunni, syi’ah dan khawarij. Perbedaan ketiga kelompok ini dilatarbelakangi oleh pertikaian politik yang terjadi pada masa akhir pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib. Eksistensi mazhab fiqih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
  1. Faktor politik
Yaitu adanya dukungan dari penguasa. Hal ini terlihat dalam penyebaran mazhab selalu terkait dengan kebiijakan atau campur tangan pemerintah yang berkuasa.
  1. Faktor kesetiaan pengikut atau para murid imam
Dalam pembentukan mazhab, faktor kedua ini merupakan yang paling dominan dalam penentuan berkembang atau punahnya mazhab fiqih. Semakin banyak pengikut setia suatu mazhab maka semakin berkembang mazhab tersebut.
  1. Hasil karya imam mazhab yang berupa kitab-kitab fiqih.
Inilah yang menjadi acuan bagi para pengikut dalam menyebarkan ajaran imam mereka. Kitab-kitab seperti al-Kharaj karya abu Yusuf (mazhab hanafi), al-Muwatta (karya Imam Malik), al-Umm dan Ar-Risalah karya Imam Syafi’i dan al-musnad ahmad karya Imam Ahmad bin Hanbal, merupakan kitab induk yang dijadikan sebagai rujukan dalam menyusun kitab fiqih oleh para pengikutnya.

Jenis-jenis mazhab yang masih berkembang
  1. Mazhab ja’fari
Mazhab ini mengambil acuan dari pendapat ja’far as-sadiq, yang nama lengkapnya adalah Ja’far ibn Muhammad ibn Ali ibn Husain ibn Fatimah binti Rasulullah SAW yang mengemukakan bahwa mazhab ini menolak menggunakan qiyas. Dalam penetapan hukum menggunakan sumber-sumber syari’i yaitu al-Qur’an, sunah dan akal. Mazhab ini menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang memusuhi ahlul bait. Istihsan tidak boleh digunakan sedangkan qiyas hanya digunakan jika ‘ilatnya mashus.
  1. Mazhab Hanafi
Mazhab ini mendasarkan pada pendapat Abu Hanifah atau lengkapnya Abu Hanifah an Nuqman bin Tsabit bin Zufi at-Tamini. Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang zuhud dan tawadu’ serta teguh memegang ajaran agama. Beliau juga tidak tertarik dengan jabatan resmi pemerintahan. Dasar atau sumber dan metode ijtihad yang digunakan dalam mazhab ini adalah:
  1. Al-Qur’an
  2. Sunah ; sunah mutawatir dan manyhur
  3. Qaul Sahabi yaitu perkataan dan fatwa sahabat baik yang sudah menjadi ijma’ maupun pendapat pribadi para sahabat.
  4. Qiyas, digunakan ketika tidak ditemukan dasar hukumnya dalam al-Qur’an, sunah dan pendapat sahabat.
  5. Istihsan, yaitu metode yang menjadi ciri khas mazhab hanafi yang digunakan ketika metode qiyas dianggap tidak memadai untuk mendapatkan hukum.
  6. urf, yaitu adat kebiasaan masyarakat yang sejalan dengan syari’ah.

  1. Mazhab Maliki
Merupakan aliran fiqih yang menjadikan pendapat Malik bin Anas sebagai acuannya. Dasar atau sumber dalam ijtihadnya adalah:
  1. Al-Qur’an
  2. Sunah; mutawatir, masyhur maupun ahad.
  3. Ijma’ Ahlul Madinah atau praktek masyarakat madinah karena madinah adalah domisili Rasul sehingga praktek orang madinah merupakan bentuk sunah Rasul.
  4. Fatwa sahabat
  5. Qiyas
  6. Maslahah Mursalah
  7. Istihsan
  8. Az-Zari’ah, yaitu mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan, apakah membawa maslahat atau menimbulkan madarat.
  1. Mazhab Syafi’i
Diambil dari pendapat Muhammad ibn Idris as-Syafi’i sebagai rujukannya. Pendapat-pendapat imam Syafi’i mulai dikenal tatkala ia dipanggil khalifah Harun ar-Rasyid ke baghdad. Dasar atau sumber yang digunakan dalam melakukan ijtihad adalah :
  1. Al-Qur’an
  2. Sunah, baik yang mutawatir maupun yang ahad
  3. Ijma’ sahabat
  4. Qaul sahabi atau perkataan sahabat secara pribadi
  5. Qiyas, yaitu keharusan membawa furu’ atau masalah baru kepada ashal
  6. Istishab, menggunakan hukum yang sudah ada sampai ada hukum baru yang megubahnya.
  1. Mazhab Hambali
Merupakan mazhab yang mengacu pada pendapaat dan pemikiran Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad ibn Hanbal ibn Hilal al-Syaibani. Dasar atau sumber dalam ijtihad mazhab ini adalah:
  1. Al-Qur’an
  2. Sunah, terutama yang marfu’, yaitu yang bersumber langsung sampai Rasulullah.
  3. Qaul sahabi, yaitu pendapat sahabat yang tidak diperselisihkan atau menurut ulama lain disebut dengan ijma’ sahabat.
  4. Hadis mursal, yaitu hadis yang lemah kualitasnya
  5. SQiyas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar