HUKUM PERKAWINAN ISLAM
- TUJUAN MELAKUKAN PERKAWINAN
Tujuan perkawinan ialah menurut
perintah Allah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat,
dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.1
Menurut Drs. Masdar Hilmi tujuan perkawinan dalam islam adalah untuk
memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus
untuk membentuk keluarga dan memelihara serta meneruskan keturunan
dalam menjalani hidupnya di dunia. Dan juga mencegah perzinahan, agar
tercipta ketenangan dan ketrentaman jiwa bagi yang bersangkutan,
ketrentaman keluarga dan masyarakat.2
Rumusan
tujuan perkawinan adalah sebagai berikut:
- Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan.
- Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih.
- Memperoleh keturunan yang sah.
Filosof Islam Imam Ghazali membagi
tujuan dan faedah perkawinan kepada lima hal seperti berikut:
- Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkan keturunan serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.
- Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.
- Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
- Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang.
- Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal, dan memperbesar rasa tanggung jawab.3
Pada dasarnya seluruh tujuan dari
perkawinan yaitu untuk membina rasa cinta dan kasih sayang antara
pasangan suami istri sehingga terwujud ketentraman dalam keluarga,
al-Quran menyebutnya dengan konsep sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Istilah ini dalam al-Quran lebih menyangkut pada upaya uraian sebuah
ungkapan “keluarga ideal”.
- HIKMAH MELAKUKAN PERKAWINAN
Allah menjadikan makhluk-Nya
berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan,
menjadikan hewan jantan dan betina begitu pula tumbuh-tumbuhan dan
lain sebagainya. Hikmahnya adalah supaya manusia itu hidup
berpasang-pasangan, hidup dua sejoli, hidup suami istri, membangun
rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakan
ikatan dan pertalian yang kokoh yang tak mungkin putus dan
dipuutskannyalah ikatan akad nikah atau ijab qabul perkawinan.4
Hikmah perkawinan ialah memeliharakan
diri seseorang supaya jangan jatuh ke lembah kejahatan (perzinahan).
Nabi
SAW bersabda yang artinya: bahwasanya berkawin lebih merendahkan
pandangan mata (menjauhkan dari mata keranjang) dan lebih memelihara
kehormatan (menghindarkan perzinahan).5
Beberapa
hikmah yang terkandung di dalam pernikahan:
- Menikah merupakan jalan terbaik untuk menyalurkan naluri seks secara alami dan biologis. Dengan nikah badan menjadi tegar, jiwa menjadi tenang, mata dapat terpelihara dari melihat hal-hal yang maksiat, dan memiliki perasaan tenang menikmati hal-hal yang halal.
- Menikah adalah jalan terbaik untuk menjadikan anak-anak yang mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memelihara nasab yang sangat diperhatikan oleh islam.
- Naluri kebapaan dan keibuan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak, juga akan tumbuh perasaan ramah, cinta dan kasih sayang yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
- Menimbulkan tanggung jawab dan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan seseorang.
- Adanya pembagian tugas, yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar sesuai dengan batas dan tanggung jawab sebagai suami istri dalam menangani tugasnya masing-masing.
- Menumbuhkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan kasih dan sayang antar keluarga, serta memperkuat hubungan kemasyarakatan yang dirstui islam.6
- ASAS-ASAS DAN PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN
- Kerelaan, persetujuan dan pilihan
Pada suatu perkawinan terdapat
pihak-pihak yang berkepentingan atas perkawinan itu. Pihak-pihak itu
ialah yang berhak atas perkawinan tersebut. Dalam suatu prkawinan
terdapat beberapa hak-hak yaitu: 1. Hak Allah. 2. Hak orang-orang
yang akan kawin. 3. Hak wali.
Yang dimaksud hak Allah adalah dalam
pelaksanaan perkawinan itu harus diindahkan ketentuan Allah, seperti
adanya kesanggupan dari orang-orang yang akan kawin, adanya mahar,
larangan melakukan perkawinan dengan seseorang yang dilarang kawin
dengannya dan sebagainya. Apabila hak Allah tidak diindahkan maka
perkawinan akan batal.
Dalam hadits telah diterangkan bahwa
orang-orang yang akan kawin baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
hak atas perkawinannya, begitu pula walinya. Akan tetapi orang-orang
yang akan kawin lebih besar haknya dibanding dengan hak walinya dalam
perkawinannya itu.
- Kedudukan suami istri
Setelah berlangsung akad nikah, maka
suami dan istri di ikat oleh ketentuan-ketentuan agama yang
berhubungan dengan kehidupan suami istri. Agama menetapkan bahwa
suami bertanggung jawab mengurus kehidupan istrinya, karena itu suami
diberi derajat yang lebih tinggi dari istri.
Penetapan laki-laki lebih tinggi satu
derajat dari wanita ini bukanlah menunjukkan bahwa laki-laki lebih
berkuasa dari wanita, tetapi hanya menunjukkan bahwa laki-laki itu
adalah pemimpin rumah tangga disebabkan telah terjadinya akad nikah.
Dan karena akad nikah ini pula suami wajib memberi nafkah istri,
anak-anak dan keluarganya, serta berkewajiban menyediakan
keperluan-keperluan lain yang berhubungan dengan kehidupan keluarga.
Di samping suami, maka istri sebagai
ibu rumah tangga mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu pula dalam
rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak.
- Untuk selama-lamanya
Salah satu tujuan perkawinan ialah
untuk melanjutkan keturunan. Keturunan ini diharapkan oleh orang tua
untuk melanjutkan cita-cita yang tidak dapat dicapai selama hidupnya.
Seorang muslim memiliki cita-cita yang paling tinggi yaitu diberi
kesanggupan oleh Allah untuk meninggikan agama islam dan mempunyai
anak-anak dan keluarga yang saleh.
Anak-anak
yang mampu melaksanakan perintah dan manjauhi laranganNya, dan
mempunyai ilmu yang bermanfaat merupakan amal bagi orang tuanya,
yaitu amal yang tidak akan putus-putus pahalanya meski ia telah
meninggal dunia.7
Beberapa
prinsip perkawinan dalam ajaran islam yaitu:
- Harus ada persetujuan secara sukarela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan. Caranya adalah dengan diadakan peminangan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah kedua belah pihak setuju untuk melaksanakan perkawinan atau tidak.
- Tidak semua wanita dapat dinikahi oleh seorang pria, karena ada ketentuan-ketentuan larangn-larangan perkawinan antara pria dan wanita yang harus diindahkan.
- Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan itu sendri.
- Perkawinan pada dasarnya adalah untu membentuk satu keluarga atau rumah tangga yang tentram, damai dan kekal untuk selama-seamanya.
- Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga
- Ada persaksian dalam pernikahan
- Perkawinan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.
- Ada kewajiban membayar maskawin atas suami
- Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah
- Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan berumah tangga.8
Asas-asas dan prinsip-prinsip
perkawinan menurut undang-undang no: 1 tahun 1974 adalah sebagai
berikut:
- Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami istri masing-masing perlu saling membantu dan melengkapi agar dapat mengembangkan kepribadiannya dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material berdasarkan Ketuhanan Yng Maha Esa.
- Bahwasanya perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan keyakinan.
- Bahwa tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Asas perkawinan adalah monogami, kecuali bagi suami yang agamanya memperbolehkan kawin lebih dari satu tetapi tetap denagn seizin pengadilan.
- Perkawinan harus atas persetujuan kedua belah pihak tanpa adanya paksaan.
- Calon suami dan calon istri haruslah masak jiwa dan raganya. Berhubungan dengan itu, maka UU ini menentukan batas umur untuk kawin, yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.
- Hak dan kewajiban serta kedudukan suami dan istri adalah seimbang.9
Para tokoh Feminis di Indonesia
berpendapat bahwa pernikahan yang diidealkan islam adalah suatu akad
yang sangat kuat yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki
dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga, yang pelaksanaannya
didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak.
Adapun asas perkawinan dalam islam
adalah monogami. Sedangkan prinsip perkawinan adalah prinsip
kerelaan, kesetaraan, keadilan, kemaslahatan, pluralisme dan
demokrasi.
1
Mohd. Idris Ramulyo, S.H, M.H. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta. Bumi
Aksara. 1996. Hal 26
2
Wasman dan Wardah Nuroniyah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.
Yogyakarta. Teras. Hal 37.
3
Mohd. Idris Ramulyo, S.H, M.H. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta. Bumi
Aksara. 1996. Hal 27
4
Ibid hal 31.
5
Ibid hal 33.
6
Slamet Abidin dan Aminudin. Fiqih Munakahat 1. Bandung. CV Pustaka
Setia. 1999. Hal 36.
7
Kamal Mukhtar. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta.
Bulan Bintang. 1993. Hal 18.
8
Wasman dan Wardah Nuroniyah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.
Yogyakarta. Teras. Hal 35.
9
Wasman dan Wardah Nuroniyah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.
Yogyakarta. Teras. Hal 32.